Aku bukanlah wanita hebat
Aku bukanlah wanita kaya
Aku bukanlah wanita yang pandai merayu dalam merangkai kata-kata
Aku bukanlah wanita yang ahli dalam agama
Aku bukanlah wanita mulia seperti Khodijah
Aku bukanlah wanita secerdas Aisyah
Tapi, aku hanyalah wanita sederhana yang tidak punya apa-apa
Yang ingin menjadi dan mempunyai cita-cita membina rumah tangga yang sakinah, mawadah, warrohmah
Teruntuk calon imamku yang tertulis dalam kitab-Nya, siapapun Engkau, setinggi apapun pendidikan dan sekaya apapun Engkau
Cintailah aku apa adanya jangan Engkau cintai aku ada apanya, karena aku hanya wanita biasa dan tak punya apa-apa
Ninda Canidia
Minggu, 22 Maret 2015
Kamis, 25 April 2013
Motivasi
Jangan sesali sesuatu yang telah berakhir, meskipun itu indah. Tanpa akhir tak akan pernah ada awal baru yang mungkin lebih indah.
Ada yang lebih sulit mengakui kesalahan, yaitu meminta maaf. Ada yang lebih sulit meminta maaf, yaitu memaafkan. Namun, ada yang lebih sulit memaafkan, yaitu mendoakan kebaikan pada orang yang berbuat salah kepada kita.
Orang baik bukanlah orang yang tidak pernah berbuat kesalahan, melainkan orang yang segera memperbaiki dirinya setelah berbuat kesalahan.
Jangan sesali sesuatu yang telah berakhir, meskipun itu indah. Tanpa akhir tak akan pernah ada awal baru yang mungkin lebih indah.
Ada yang lebih sulit mengakui kesalahan, yaitu meminta maaf. Ada yang lebih sulit meminta maaf, yaitu memaafkan. Namun, ada yang lebih sulit memaafkan, yaitu mendoakan kebaikan pada orang yang berbuat salah kepada kita.
Orang baik bukanlah orang yang tidak pernah berbuat kesalahan, melainkan orang yang segera memperbaiki dirinya setelah berbuat kesalahan.
Jumat, 19 April 2013
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
Sosial
Makalah
Diajukan untuk
memenuhi tugas terstuktur Ilmu Sosial Dasar
Dosen:
Drs. Idad
Suhada, M. Pd.
Buchori Muslim,
M. Ag.
Disusun Oleh:
Ninda Canidia
1122080050
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG
DJATI
BANDUNG
2012-2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Adapun yang
menjadi judul makalah ini adalah Stratifikasi Sosial, dalam makalah ini
membahas tentang pengertian stratifikasi sosial, bentuk-bentuk stratifikasi
sosial, faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial, ukuran stratifikasi
sosial, unsur-unsur dalam stratifikasi sosial, dan dampak stratifikasi sosial.
Tujuan saya menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi
tugas dari dosen pengampu yang membimbing saya dalam mata kuliah Ilmu Sosial
Dasar.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Drs. Idad Suhada, M. Pd. Dan Bapak Buchori Muslim, M. Ag. selaku dosen
pengampu mata kuliah Ilmu
Sosial Dasar, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada saya. Juga kepada
teman-teman yang turut membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Dalam makalah ini saya juga
menyadari masih banyak kekurangan yang menyebabkan
makalah ini menjadi tidak sempurna, baik dalam penulisan maupun isinya, untuk
ini dengan hati yang terbuka saya menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat.
Bandung,
Februari 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................. 1
B. Tujuan........................................................................... 2
C. Rumusan Masalah ....................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Stratifikasi Sosial....................................... 4
B. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial .............................. 4
C. Faktor-Faktor Pembentuk Stratifikasi Sosial............ 8
D. Ukuran Stratifikasi Sosial ........................................... 9
E. Unsur-unsur dalam Stratifikasi Sosial........................ 10
F.
Dampak
Stratifikasi Sosial.......................................... 14
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................. 16
B. Saran............................................................................. 16
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap
hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang tinggi
terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang
lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Misalnya jika masyarakat menghargai kekayaan
material daripada kehormatan maka mereka yang memiliki kekayaan tinggi akan
menempati kedudukan yang tinggi dibandingkan pihak-pihak lainnya. Gejala
tersebut akan menimbulkan lapisan masyarakat yang merupakan pembedaan posisi
seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara vertikal.
Sebagaimana filosof Aristoteles (Soekanto, 2003:227) mengatakan bahwa zaman
dahulu di dalam negara terdapat tiga unsur yaitu mereka yang kaya sekali, yang
melarat dan yang berada di tengah-tengah. Membuktikan bahwa zaman itu dan
sebelumnya orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai
kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas. Barang siapa yang mempunyai sesuatu
yang berharga dalam jumlah yang banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam
lapisan atas. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu
berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan sebutan
stratifikasi sosial (social stratification). Ini merupakan pembedaan
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Kelas sosial tersebut dibagi
dalam tiga kelas yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah (middle
class) dan kelas bawah (lower class).
Adanya lapisan masyarakat sangat berperan penting dalam aktivitas sosial
individu atau kelompok dalam suatu organisasi sosial. Tanpa lapisan sosial
dalam masyarakat maka masyarakat itu akan menarik untuk dilihat, dikenal, dan
dipelajari.
Lapisan masyarakat sudah ada sejak dulu, dimulai sejak manusia itu mengenal
adanya kehidupan bersama dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat
mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara yang pemimpin dan
yang dipimpin, golongan budak dan bukan budak, pembagian kerja bahkan pada
pembedaan kekayaan. Semakin maju dan rumit teknologi suatu masyarakat, maka
semakin kompleks sistem lapisan masyarakat.
Bentuk-bentuk kongkrit lapisan masyarkat berbeda-beda dan sangat banyak.
Namun secara prinsipil bentuk-bentuk lapisan sosial tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kelas yaitu ekonomi, politis, dan didasarkan
pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Ketiga bentuk pokok tadi
memiliki keterkaitan yang erat satu sama lainnya, dimana ketiganya saling
mempengaruhi.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, namun dalam
realitanya hal tersebut tidak demikian adanya. Pembedaan atas lapisan merupakan
gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Sistem
lapisan dengan sengaja dibentuk dan disusun untuk mengejar suatu tujuan
bersama. Sehingga suatu organisasi masyarakat tidak akan pernah lepas dari
terbentuknya lapisan sosial dalam masyarakat tersebut.
B. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui dan memahami stratifikasi sosial.
2.
Untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk
stratifikasi sosial di masyarakat
3.
Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor
stratifikasi sosial di masyarakat
4.
Untuk mengetahui dan memahami ukuran stratifikasi
sosial di masyarakat
5.
Untuk mengetahui dan memahami unsur-unsur stratifikasi
sosial di masyarakat
6.
Untuk mengetahui dan memahami dampak dari stratifikasi
sosial di masyarakat
C. Rumusan Masalah
1) Apakah yang dimaksud
dengan stratifikasi sosial?
2) Jelaskan
bentuk-bentuk stratifikasi sosial dalam kehidupan sehari-hari!
3) Apa saja
faktor-faktor pembentukan stratifikasi sosial?
4) Sebutkan dan
jelaskan ukuran stratifikasi sosial!
5) Unsur-unsur
apa saja yang ada dalam stratifikasi sosial?
6) Apa dampak
stratifikasi sosial?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi social (Social
Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau
“strata” (jamak) yang berarti
lapisan. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Beberapa
defenisi Stratifikasi Sosial menurut para ahli : [1][1]
Sebagaimana Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki). Menurut Max Weber mendefinisikan stratifikasi
sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege, dan prestise. Sedangkan Cuber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di
atas kategori dari hak-hak
yang berbeda. Sementara Drs. Robert. M.Z. Lawang mendefinisikan
sosial stratification adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu
system social tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise .
Begitu pula dengan Seorang filsuf bangsa Yunani
yaitu Aristoteles mengatakan, bahwa di dalam tiap-tiap negara terdapat 3 unsur lapisan masyarakat, yaitu
mereka yang kaya sekali, mereka yang berada ditengah-tengahnya dan mereka yang melarat. Ucapan Aristoteles ini
membuktikan bahwa terjadinya
lapisan-lapisan dalam masyarakat sudah sejak saat itu bahkan diduga bahwa zaman
sebelumnya telah diakui adanya tingkatan atau lapisan-lapisan di dalam masyarakat.
B.
Bentuk-Bentuk Stratifikasi
Sosial
Terbentuknya stratifikasi sosial
dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu yang
dihargai dan dianggap bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang
dihargai selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman dan
teknologi. Keadaan ini menjadikan bentuk-bentuk stratifikasi
sosial semakin beragam. Selain itu, semakin kompleksnya kehidupan
masyarakat semakin kompleks pula bentuk-bentuk stratifikasi
yang ada. Secara garis besar bentuk-bentuk stratifikasi sosial
sebagai berikut.
a)
Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Dalam
stratifikasi ini dikenal dengan sebutan kelas sosial.
Kelas sosial dalam ekonomi didasarkan pada jumlah
pemilikan kekayaan atau penghasilan. Secara umum
klasifikasi kelas sosial terdiri atas tiga kelompok
sebagai berikut.
1) Kelas sosial
atas, yaitu kelompok orang memiliki kekayaan
banyak, yang dapat memenuhi segala kebutuhan
hidup bahkan secara berlebihan. Golongan
kelas ini dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan,
bentuk rumah, gaya hidup yang dijalankan,
dan lain-lain.
2) Kelas sosial
menengah, yaitu kelompok orang berkecukupan
yang sudah dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer),
misalnya sandang, pangan, dan papan. Keadaan golongan
kelas ini secara umum tidak akan sama dengan keadaan
kelas atas.
3) Kelas sosial bawah, yaitu kelompok orang
miskin yang masih belum dapat
memenuhi kebutuhan primer. Golongan kelas bawah
biasanya terdiri atas pengangguran, buruh kecil, dan buruh tani.
b)
Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Sosial
Stratifikasi
sosial berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan
anggota masyarakat ke dalam kelompok tingkatan sosial
berdasarkan status sosialnya. Oleh karena itu, anggota masyarakat
yang memiliki kedudukan sosial yang terhormat menempati
kelompok lapisan tertinggi. Sebaliknya, anggota masyarakat
yang tidak memiliki kedudukan sosial akan menempati
pada lapisan lebih rendah. Contoh: seorang tokoh agama atau
tokoh masyarakat akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan
sosial.
c)
Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Politik
Apabila kita
berbicara mengenai politik, maka pembicaraan kita
berhubungan erat dengan sistem pemerintahan. Dalam stratifikasi
sosial, media politik dapat dijadikan salah satu kriteria penggolongan.
Orang-orang yang menduduki jabatan di dunia politik atau
pemerintahan akan menempati strata tinggi. Mereka dihormati, disegani, bahkan
disanjung-sanjung oleh warga masyarakat. Orang-orang yang menduduki jabatan di
pemerintahan dianggap memiliki kelas yang lebih tinggi dibandingkan warga
biasa. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik menjadikan masyarakat
terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok lapisan atas yaitu elite kekuasaan
disebut juga kelompok dominan (menguasai) sedangkan kelompok lapisan bawah,
yaitu orang atau kelompok masyarakat yang dikuasai disebut massa atau kelompok
terdominasi (terkuasai).
d)
Stratifikasi Sosial Berdasarkan
Kriteria Pekerjaan
Jenis
pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai
dasar pembedaan dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap
lebih tinggi statusnya daripada bekerja kasar, walaupun mereka mempunyai gaji
yang sama. Adapun penggolongan
masyarakat didasarkan pada mata pencaharian atau pekerjaan
sebagai berikut.
1. Elite yaitu
orang kaya dan orang yang menempati kedudukan atau
pekerjaan yang dinilai tinggi oleh masyarakat.
2. Profesional
yaitu orang yang berijazah dan bergelar kesarjanaan
serta orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
3. Semiprofesional
mereka adalah para pegawai kantor, pedagang,
teknisi berpendidikan menengah, mereka yang tidak berhasil
mencapai gelar, para pedagang buku, dan sebagainya.
4. Tenaga
terampil mereka adalah orang-orang yang mempunyai keterampilan
teknik mekanik seperti pemotong rambut, pekerja
pabrik, sekretaris, dan stenografer.
5. Tenaga tidak
terdidik, misalnya pembantu rumah tangga dan tukang
kebun.
e)
Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pendidikan
Antara kelas
sosial dan pendidikan saling memengaruhi. Hal ini
dikarenakan untuk mencapai pendidikan tinggi diperlukan uang yang
cukup banyak. Selain itu, diperlukan juga motivasi, kecerdasan,
dan ketekunan. Oleh karena itu, tinggi dan rendahnya pendidikan akan berpengaruh pada
jenjang kelas sosial.
f)
Stratifikasi Sosial
Berdasarkan Kriteria Budaya Suku Bangsa
Pada
dasarnya setiap suku bangsa memiliki stratifikasi sosial yang
berbeda-beda. Misalnya pada suku Jawa. Di Jawa terdapat stratifikasi
sosial berdasarkan kepemilikan tanah sebagai berikut.
1.
Golongan wong baku (cikal bakal), yaitu orang-orang keturunan
para pendiri desa. Mereka mempunyai
hak pakai atas tanah pertanian dan berkewajiban
memikul beban anak keturunan para cikal bakal
tersebut. Kewajiban seperti itu disebut dengan gogol atau sikep.
2.
Golongan kuli gandok (lindung), yaitu orang-orang yang
mempunyai rumah sendiri, tetapi tidak mempunyai hak pakai atas tanah desa.
3.
Golongan mondok emplok, yaitu orang-orang yang mempunyai
rumah sendiri pada tanah pekarangan orang lain.
4.
Golongan rangkepan, yaitu orang-orang yang sudah
berumah tangga, tetapi belum mempunyai rumah dan
pekarangan sendiri.
5.
Golongan sinoman, yaitu orang-orang muda yang belum menikah dan
masih tinggal bersama-sama dengan orang tuanya.
Selain itu,
stratifikasi sosial pada masyarakat Jawa didasarkan
pula atas pekerjaan atau keturunan, yaitu golongan
priayi dan golongan wong cilik. Golongan priayi
adalah orang-orang keturunan bangsawan dan para pegawai
pemerintah serta kaum cendekiawan yang menempati
lapisan atas. Sedangkan golongan wong cilik antara
lain para petani, tukang, pedagang kecil, dan buruh
yang menempati lapisan kelas bawah. Pada tahun
1960-an, Clifford Geertz seorang pakar antropolog
Amerika membagi masyarakat Jawa menjadi tiga
kelompok, yaitu santri, abangan, dan priayi. Menurutnya,
kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat,
kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau
menganut Kejawen, sedangkan kaum priayi
adalah kaum bangsawan.
C.
Faktor-Faktor
Pembentuk Stratifikasi Sosial
Adanya
sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses
pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk
mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan
masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang
senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat dan
mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Alasan-alasan yang dipakai
berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu
hewan alasan utama adalah kepandaian berburu. Sedangkan pada masyarakat yang
telah menetap dan bercocok tanam, maka kerabat pembuka tanah (yang dianggap
asli) dianggap sebagai orang-orang yang menduduki lapisan tinggi.
Ada beberapa macam
terbentuknya stratifikasi sosial, yaitu:
a) Stratifikasi
sosial berdasarkan usia (age stratification), yaitu dalam sistem ini anggota
masyarakat yang berusia lebih muda mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda
dengan anggota masyarakat yang lebih tua. Seperti anak sulung memperoleh
prioritas dalam pewarisan harta atau kekuasaan.
b) Stratifikasi
sosial berdasarkan jenis kelamin (sex stratification), yaitu suatu pandangan
bahwa jenis kelamin tertentu lebih utama dibanding yang lainnya, seperti
laki-laki lebih tinggi dibandingkan wanita.
c) Ada
stratifikasi berdasarkan hubungan kekerabatan, dimana terjadi perbedaan hak dan
kewajiban antara anak, ayah, kakek, dan sebagainya.
d) Ada
pula stratifikasi berdasarkan keagamaan, etnik, dan ras, pekerjaan, ekonomi,
pendidikan, dimana lapisan masyarakat terjadi perbedaan karena faktor-faktor
tersebut. (Sunanto, 2000:85)
Sifat
sistem lapisan sosial di dalam masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social stratification), terbuka (open social stratification), dan sistem lapisan sosial campuran.
Stratifikasi sosial tertutup (closed social stratification) ini adalah
stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas
vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas
horizontal saja. Contoh: sistem kasta, kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik
di lapisan Brahmana, rasialis, kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi
rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih, feodal, kaum buruh
tidak bisa pindah ke posisi juragan atau majikan. Stratifikasi sosial terbuka (opened
social stratification) ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat
besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik
vertikal maupun horizontal. Contoh: seorang miskin karena usahanya bisa menjadi
kaya, atau sebaliknya, seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat
memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha. Sedangkan stratifikasi sosial
campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka.
Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali,
namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan
rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di
Jakarta.
D.
Ukuran
Stratifikasi Sosial
Ukuran
atau kriteria yang biasa dipakai untuk lapisan masyarakat terbagi kepada
beberapa kriteria yaitu:
a) Ukuran
kekayaan. Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk ke dalam
lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah
yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta
bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal
dan seterusnya.
b) Ukuran
kekuasaan. Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar, menempati lapisan atasan.
c) Ukuran
kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran
kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat
tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada
masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau
mereka yang pernah berjasa.
d) Ukuran
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang
menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif. Karena ternyata bahwa bukan
mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaan. Sudah
tentu hal yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau
tidak halal. (Soekanto, 1992:262)
E.
Unsur-unsur
dalam Stratifikasi Sosial
Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi
tentang sistem lapisan masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan
(role)[2][2].
Kedudukan dan peranan merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan
mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial. Yang diartikan sebagai sistem
sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal-balik
antara individu dalam masyarakat dan antara individu dengan masyarakatnya, dan
tingkah laku individu- individu tersebut[3][3]. Dalam hubungan-hubungan
timbal-balik tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai peranan
yang penting oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran yang agak mendalam, kedua
hal tersebut akan dibicarakan tersendiri dibawah ini.
1. Kedudukan (Status)
Kedudukan Kadang-kadang dibedakan pengertiannya dengan kedudukan sosial (social status)[4][4]. Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya adalah tempat
seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain,
dalam arti lingkungan pergaulannya, prestasinya dan hak-hak serta
kewajiban-kewaibannya. Untuk lebih mudah mendapatkan pengertian, kedua istilah tersebut di atas akan dipergunakan dalam arti yang sama dan
digambarkan dengan istilah kedudukan saja.
Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola
tertentu.[5][5] Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai
beberapa kedudukan, oleh karena
seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan.
Pengertian tersebut menunjukan tempatnya sehubungan dengan kerangka masyarakat
secara menyeluruh. Seperti Kedudukan Tuan A sebagai warga masyarakat, merupakan
kombinasi dari segenap kedudukannya sebagai guru, kepala sekolah, ketua rukun
tetangga dst.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam Kedudukan yaitu :
a) Ascribed-Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena
kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula.
b)
Achieved-Status adalah
kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi tetapi bersifat
terbuka bagi siapa saja
tergantung kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai
tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang
dapat menjadi hakim asalkan mempunyai persyaratan tertentu. Terserahlah kepada yang bersangkutan apakah dia mampu
menjalani persyaratan-persyaratan tersebut. Apabila tidak, tak mungkin
kedudukan sebagai hakim tersebut akan diperolehnya.
Dan kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan,
yaitu Assigned-status,[6][6] yang merupakan kedudukan yang
diberikan. Assigned-status sering
mempunyai sering
mempunyai hubungan yang erat dengan Achieved-Status.
Artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada orang yang lebih berjasa, yang
telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi kadang-kadang kedudukan tersebut
diberikan, karena seseorang telah lama menduduki suatu kepangkatan tertentu.
Misalnya seorang pegawai negeri seharusnya naik pangkat secara reguler, setelah
menduduki kepangkatannya yang lama, selama jangka waktu tertentu.
2. Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia
menjalankan suatu peranan.
Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu dan
pengetahuan. Keduanya tak dapat dipisahkan, karena yang satu
tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak
ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Sebagaimana halnya
dengan kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti.[7][7] Setiap orang mempunyai macam peranan yang berasal
dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan
apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Orang yang bersangkutan akan dapat
menyesuaikan perilaku sendiri dan perilaku orang-orang sekelompoknya.[8][8] Hubungan-hubungan sosial yang ada masyarakat, merupakan
hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan diatur oleh
norma-norma yang berlaku. Misalnya, norma kesopanan menghendaki agar seorang
lelaki berjalan bersama seorang wanita.
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi
dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social
position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu
posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga
hal, yaitu :[9][9]
a) Peranan
meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaaku individu yang penting bagi
struktur sosioal masyarakat.
Perlu pula disinggung perihal
fasilitas bagi peranan indivudu (role-facilities). Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk dapat menjalankan
peranan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagaian masyarakat yang
banyak menyediakan peluang-peluang untuk pelaksanaan peranan. Kadang-kadang perubahan struktur suatu golongan
kemasyarakatan menyebabkan fasilitas bertambah. Misalnya, perubahan organisasi
suatu sekolah yang memerlukan penambahan guru, pegawai administrasi, dan
seterusnya. Akan tetapi sebaliknya, juga dapat mengurangi peluang-peluang,
apabila terpaksa diadakan rasionalisasi sebagai akibat perubahan struktur dan
organisasi.
F. Dampak Stratifikasi Sosial
Pada dasarnya manusia
itu adalah sama kedudukan dan derajatnya tetapi pada realitasnya
lapisan-lapisan masyarakat adalah sesuatu yang benar-benar ada dan nyata.
Perbedaan stratifikasi sosial memberikan dampak dalam cara menyapa, bahasa dan
gaya bicara. Seperti gaya bicara orang kaya kepada orang miskin, atau orang
berkuasa kepada orang bawahan akan berbeda cara berbicaranya. Begitu pula
penyebutan gelar, pangkat atau jabatan memberikan petunjuk mengenai status
seseorang dalam masyarakat. Kemudian cara berpakaian merupakan salah satu
dampak lain dari stratifikasi sosial.
Akan tetapi selain
menimbulkan dampak tertentu, ternyata stratifikasi sosial juga diperlukan dalam
suatu lingkungan masyarakat. Melalui stratifikasi sosial setiap masyarakat
harus menempatkan individu-individu pada tempat-tempat tertentu dalam struktur
sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai
akibat penempatan tersebut. Dengan demikian masyarakat menghadapi dua
persoalan, pertama menempatkan individu-individu tersebut dan kedua mendorong
agar mereka melaksanakan kewajibannya.
Apabila semua kewajiban selalu
sesuai dengan keinginan si individu, dan sesuai pula dengan
kemampuan-kemampuannya dan seterusnya, maka persoalannya tak akan terlalu sulit
untuk dilaksanakan. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Kedudukan dan
peranan tertentu sering memerlukan kemampuan-kemampuan dan latihan-latihan
tertentu. Pentingnya kedudukan dan peranan tersebut juga tidak selalu sama.
Maka tak akan dapat dihindarkan bahwa masyarakat harus menyediakan beberapa
macam sistem pembalasan jasa sebagai pendorong agar individu mau melaksanakan
kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan posisinya dalam masyarakat. Balas
jasa dapat berupa insentif di bidang ekonomis, estetis, atau mungkin juga
secara perlambang. Yang paling penting adalah bahwa individu-individu tersebut
mendapat hak-hak, yang merupakan himpunan kewenangan-kewenangan untuk melakukan
tindakan-tindakan atau untuk tidak berbuat sesuatu. Sering pula dijumpai
hak-hak yang secara tidak langsung berhubungan dengan kedudukan dan peranan
seseorang. Akan tetapi hak-hak tersebut sedikit banyaknya merupakan pendorong
bagi si individu. Hak-hak tersebut di lain pihak juga mendorong
individu-individu untuk memperoleh kedudukan dan peranan tertentu dalam
masyarakat.
Dengan demikian maka
mau tidak mau ada sistem lapisan masyarakat, karena gejala tersebut sekaligus
memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat: yaitu penempatan individu dalam
tempat-tempat yang tersedia dalam
struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan
kedudukan serta perannya. Pengisian tempat-tempat tersebut merupakan daya
pendorong agar masyarakat bergerak sesuai dengan fungsinya. Akan tetapi
wujudnya dalam setiap masyarakat juga berlainan. Karena tergantung pada bentuk
dan kebutuhan masing-masing masyarakat. Jelas bahwa kedudukan dan peranan yang
dianggap tertinggi oleh setiap masyarakat adalah kedudukan dan peranan yang
dianggap terpenting serta memerlukan kemampuan dan latihan-latihan maksimal.
Tak banyak individu yang dapat memenuhi persyaratan demikian, bahkan mungkin
hanya segolongan kecil dalam masyarakat. Maka oleh sebab itu pada umumnya warga
lapisan atas (upper-class) tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan
lapisan menengah (middle class) dan lapisan bawah (lower class). (Soekanto,
1992:281)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah
membahas dan memahami uraian di atas, dapat dibuat sebuah kesimpulan sebagai
berikut:[10][10]
Selama dalam
satu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti
mempunyai sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem
lapisan dalam masyarakat. Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi
dikenal dengan istilah socil stratification yang merupakan perbedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hirarkis).
Sistem
lapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya (dalam proses
pertubuhan masyarakat itu) tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk
mengejar suatu tujuan bersama. Sifat Sistem lapisan dalam masyarakat dapat tertutup
dan dapat pula terbuka. Yang bersifat
tertutup tidak memungkinkan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan
yang lain, baik gerak pindahnya itu ke atas atau kebawah. Sebaliknya di dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha
dengan kecakapan sendiri naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya.
B.
Saran
Masyarakat diharapkan tidak bersifat
tertutup, namun lebih bersifat terbuka dalam melakukan gerak sosial agar
tercipta kehidupan sosial yang selaras tanpa adanya diskriminasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suhada, Idad Drs., Ilmu
Sosial Dasar, Bandung: CV. Insan Mandiri, 2011
2.
Soekanto
Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, PT.
Raja Grafindo Persaja, Jakarta, 1990
3. Abdulsyani, Sosiologi Skematika, teori dan Terapan, PT. Bumi Aksara, 1992
4. Aripin,
Noor., ISD, Bandung:Pustaka Setia,
2009
5. Nur Hidayati
dan Mawardi. IAD ISD IBD. Bandung:Cv.
Pustaka Setia, 2009
[1][1] Abdulsyani : Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan, Bumi Aksara, Jakarta
Anggota IKAPI, 1994, halaman 83
[3][3] Ralph Linton, The Study of Man,
an introduction, Appleton Century.
Crofts. New York, 1956, hal 105.
[4][4] Roucek dan Werren, Sosiology, an introduction, Littlefield,
Adams & Co. Paterson New Jersey, 1962, hal 60 dan seterusnya.
[6][6] JBAF Mayor Polak, Sosiologi, Suatu Pengantar Ringkas, catatan kelima,
Penerbit dan Balai Buku ”ikhtiar”, Jakarta 1966, hal 198.
[8][8] Ely Chinoy, Society, An
Introduction to Sociology, cetakan pertama, Random House, New York, 1961, hal
31.
[9][9] Levinson, “Role Personality and Social Strukture”, dalam Lewis A. Coser
dan Bernard Rosenberg, Sosiological
Theory, a book of readings, edisi ke-2, The Macmillan Company, New York,
1964, hal 204 dst.
[10][10] Soerjono Soekanto : Sosiologi Pengantar, edisi baru keempat, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990, halaman 284-285
Langganan:
Postingan (Atom)